top of page

Memendam dan Menuai

  • Writer: Aksara Jiwa
    Aksara Jiwa
  • Mar 20, 2020
  • 7 min read

Aku tidak tahu harus untuk melakukan sesuatu guna mengisi kekosongan di saat ini. Perjalanan yang baru saja bertempuh satu jam di atas pergerakan dinamis bis antar kota yang laju kencang di sepanjang kosong melompongnya jalan bebas hambatan. Kutengok jam tanganku, kemudian dia menunjukkan waktu sudah tepat pukul tujuh malam.


Tatapanku yang terasa hampa melihat perputaran roda bis yang menghasilkan proyeksi redup cahaya untuk mataku. Melihat dan tidak merasakan keberadaan sesuatu, seakan semuanya tidak ada. Sepertinya bukan semuanya, setidaknya ada aku, penumpang bis, supir bis dan kondekturnya, beserta bis yang kami naiki.


Kosong melihat perjalanan di antara kota kelahiranku menuju kota kelahiran orang tuaku. Menggunakan fasilitas baru yang dibuatkan secara sukarela oleh negara hanya untuk memberikan akses mudah kepada pengguna kendaraan bermesin dengan 4 roda atau lebih yang terpasang pada diri mereka. Yang jelas perasaanku saat ini tidak menimbulkan efek biologis yang berarti. Memang ini adalah kesukaanku, perasaan yang tidak aku tahu namanya ini satu-satunya perasaan yang tak menimbulkan gejala setelahnya kepada diriku ini. Mungkin marah yang membuat jantungmu berdetak kencang,atau sedih yang memicu kelenjar air mata melepaskan pembatasnya.


Pegang tanganku, pegang hatiku, pegang jantungku, dan pegang penglihatanku. Memikirkan tentang nama hal yang tidak pernah aku dengar selama ingatanku yang masih terpasang dalam kepalaku, atau otak saja biar lebih Science. Omong-omong soal ingatan, aku pernah sesekali mengingat kejadian masa hidupku. Runtut dari masa SD, SMP, SMA yang sekarang aku memasuki tahun terakhir untuk menikmati masa muda dan kebersamaan dengan teman satu kelas yang aku anggap sama berharganya dengan ponsel baruku ini. Sangat berguna dan mahal, yang berarti untuk mendapatkannya membutuhkan uang yang berjumlah banyak, dan kalau dikembalikan ke mereka, maka yang harus aku bayar demi ini ialah ingatanku sebelumnya. Aku hanya menggunakan ponsel baruku dan membiarkan ponsel lama, yang secara teknis masih digunakan meskipun mulai tidak prima dalam hal performa dan lain-lain. Memasangkannya dengan ingatanku semasa SMP dengan teman-teman kelas juga, namun entah mengapa ingatan yang mungkin sangat penting itu hilang begitu saja ketika ingatan SMA ku mulai memenuhi isi penyimpanannya.


I have an indefinite stupid sh*t about everything I did. Hal itu membuatku merasa bersalah meskipun tidak memunculkan kewajiban atau hak untukku dan lawan ingatanku yaitu teman masa SMP, maupun SD-ku yang juga hilang karena jenjang SMP. Kalau memang bisa dipikirkan bagaimana caranya aku mengelola begitu banyak data, mulai dari video yang aku rekam dengan kedua bola mata, rekaman suara oleh proses panjang yang terjadi di dalam telinga, ataupun proses otak mengelola data tersebut sesuai Setting dan Template yang terpasang di dalamnya. Aku rasa Setting dan Template itu semua memiliki jumlah yang tak terbatasi, mengingat aku termasuk selalu memikirkan hal-hal kecil yang akan muncul kepentingannya jika aku memikirkan tentang. Semua terjadi sama seperti itu.

Kosong mata di pandangan hati sepanjang jalan hampa ini mulai terasa tidak menyamankanku. Suasana sepi dan redup memang sudah terjadi sejak 1 jam atau 1,5 jam yang lalu, namun entah mengapa setelah aku melewati jembatan layang di atas aku tadi, tiba-tiba suasana berubah.


Melihat ke depan, menengok sedikit ke kiri melihat ke samping-samping penumpang yang ada di depanku. Mereka semua terduduk manis dan menikmati perjalanan mereka atau istirahat mereka, mungkin saja terdapat seorang atau dua orang yang harus bekerja lintas kota dan perjalanan satu-satunya cara untuk beristirahat di luar rumah mereka. Aku menyukai hal seperti itu, di mana keadaan memaksa membuat seorang menjadi produktif dalam hal tertentu. Terutama orang-orang zaman sekarang itu kebanyakan terdiam hingga satu dari mereka menggunakan kekuatan yang dia miliki untuk keluar dari lingkaran tadi.

I do something, I had done a thing, anything would have been done by me. Penampakan kosong yang ada di balik kaca jendela di samping kananku berubah menjadi kegelapan yang tak terhingga. Tubuhku tergerak dan langsung berdiri mengecek keadaan yang ada di sekitar. Merebut semua terkecuali bangku bis yang aku duduki dan mungkin sepetak lantai yang aku injak, kegelapan tak terhingga tadi sudah memasuki areaku tanpa adanya pemberitahuan, seperti diskon dari gerai Es Krim Baskin Bobbins.


Gravitasi menarikku untuk kembali duduk diam di atas bangku, atau mungkin sofa karena empuk. Dan sensasi sakit yang mana terasa telah menghantam sesuatu kepada pantatku. Kemudian setelah sesaat tak lama, sekejap satu detik berputar,Indra Penglihatanku direnggut. Semua Kegelapan itu sudah merasuki semuanya dan beserta isinya, yaitu aku.

Pertanyaannya sekarang, kenapa aku masih tetap dalam kondisi yang dipengaruhi perasaan yang tak aku ketahui namanya itu, yang menyebabkan tidak ada pengaruh atau sebab apapun kepadaku. Aku ingin tahu alasannya. Aku ingin tahu cara mencarinya. Kemudian aku ingin melakukan sesuatu agar terdapat diri aku sendiri di sekitar. Aku sudah tak memiliki keyakinan apa yang terjadi saat ini adalah peristiwa alami,namun yang jelas pertanyaan, “Aku tidak mati,kan?” terjawabkan.


Aku mencoba untuk mengucapkan beberapa kata mudah. Namun begitu niat ada dan saat aku hendak melakukannya, mulutku ini mulai kehilangan kemampuannya dalam mengucapkan kata. Mungkin mulutku sekarang terbuka setengah dari kapasitasnya untuk membuka dirinya hingga semua terasa sakit jika dilanjutkan. Sa… Ka… Ka… Mere… Ma… Pa… Ma… Ua… Pin… Us… . dan sekali lagi, aku tidak merasakan apapun.


Perasaan ini mematikan indraku. Mataku yang sekarang hanya tidak menangkap kebutuhan untuk melihat, cahaya. Gelap semua. Mulutku yang mulai kehilangan ingatan akan kata-kata yang sering dia keluarkan sendiri tanpa pemikiran panjang, dan pasti sudah beribu-ribu kali sejak aku dapat berbicara dan mengenal banyak kata.


But when odd things happen, all the indefinite stupid sh*t I have done become something wonderful when I see them in others’ eyes. Aku kehilangan mulutku untuk berbicara karena inginku untuk berbicara, berarti sebelumnya mataku kehilangan penglihatannya karena inginku untuk melihat. Lantas jika aku lanjutkan hal ini, maka kaki, tangan, hidup, telingaku akan menjumpai nasib yang sama. TAPI TUNGGU, jika memang benar maka sekarang aku tak dapat berpikir apa pun,kan? Tapi kenapa hal itu tidak terjadi, seharusnya sebelum aku ingin bicara atau bahkan sesaat aku menemui ketidak batasan di dalam kegelapan yang menyelimutiku ini. Aku ingin mencari…


Sebentar, aku hanya merasakan mati rasa. Ya sebab mungkin aku tidak menemui yang namanya cahaya karena… tunggu,aku ingin bicara Ti… .


Whisper in the dark and nothingness. Apa yang sedang terjadi padaku? Kan tadi aku, aku tadi telah melakukan apa?… Oh iya, tadi kan aku kepikiran sehabis Kak Tiara upload fotonya, kan? Ya ya, benar. Berpikir bahwa dia tetap cantik seperti sebelumnya bahkan menambah pesona feminimnya, entah mengapa aku ingin bicara dengannya. Aku ingin bertemu dengannya, bicara berdua, membahas masa kuliahnya yang baru menginjak semester 1. Aku ingin tahu bagaimana kehidupan di luar kota, tempat Univ-nya berada. Aku menginginkannya….


Oh iya, kemarin si Deni ngirim aku foto dari penulis yang karyanya yang dulu sempat aku baca beberapa. Memang itu ukuran tidak relevan dengan keadaan di tempatny ,maksudku untuk setiap karakter yang dia tulis selalu berukuran yang sama atau bahkan melebihinya. Kok jadi kepingin,ya?…


Btw, kemarin Kak Tiara sempat bilang apa ya sama Mas Ed. Aku lupa, tapi yang jelas Kak Tiara saat itu tersenyum dan sedikit tertawa, mungkin. Tertawanya yang begitu manis dan lawan bicaranya bukan denganku, masa bodoh sih. Tapi entah mengapa aku ingin sekali menjadinya…


Oh iya, kemarin aku bicara agak lama sih sama Kak Tiara. Sepertinya dia tidak percaya kalau aku Introvert, padahal sudah jelas itu adalah diriku. Ya memang dia pikir aku ini tidak seperti itu, jelas lha aku selalu bergurau dan kelihatan asik sama teman-teman tenor maupun bass, ya terutama bass sih karena mereka isinya anak-anak humoris. Ya ngebayangin apa yang telah terjadi tadi sore, kayak mimpi banget gitu. Bicara dengan durasi yang lama dengan Idola angkatan kelas di atasku. Entah mengapa kok aku bisa membawa percakapan ini menjadi seri. Aku merasakan…


Omong-omong, kemarin aku ketemu sama mereka itu pas kapan ya. Seperti déjà vu namun tanpa bukti yang kuat. Mungkin memang déjà vu karena mimpi, lagi pula juga kenapa aku menggunakan déjà vu untuk menjawab pertanyaan tadi. Tapi yang jelas kakak kelas yang rambutnya lurus dan panjang tadi cantiknya nggak umum. Kemudian di akhir-akhir ia juga tersenyum ke semua adik kelas, termasuk aku. Dan di momen itu, seperti kebutuhan manusiawiku terpenuhi begitu saja, aku yang tadinya lapar karena latihan dari siang sampai sore begitu saja terbang menjauh karena satu senyuman untuk semua. Aku ingin jadi….


“Sen?”


Suara bernada sedikit rendah,dengan rasa lembut beserta khas yang tidak pernah aku lupakan ini menyangkut ke telingaku. Aku membuka mata dan melihat ke sekitar. Sebuah penampakan di mana sepertinya aku sedang berada di tengah perjalanan bis. Tangan kiriku yang membersihkan kotoran yang mengganjal di ujung mata-mataku. Menutupi mulut yang menguap, dan sedikit mereganggkan tubuh. Kemudian tangan kananku menyentuh sesuatu yang hangat dan lembut. Aku melihat ke sebelah kanan dan menemukan Tiara ada di sebelahku sambil menunjukkan wajah kebingungannya.


“Sepertinya aku telah membuatmu bingung, ya?”


“Sedikit, karena wajahmu yang terlihat lelah. Padahal ini hanya liburan singkat dan tidak pergi jauh-jauh amat dari rumah, kan?”


“Ya mungkin karena memikirkan hal yang tidak pernah aku pusingkan sebelumnya.”


“Maksudmu?”


“Seperti tadi, Pak Handoko yang teriak-teriak menghadap ke batu yang bawahnya ada kolam air.”


“Lalu apa yang aneh dari itu?”


“Ya kepikiran saja, kayak suaranya Pak Handoko nanti bisa membuat gelombang air di kolam airnya atau gelombang suara yang sebelumnya beresonansi dengan dinding batu tadi membuat sebuah gelombang ke dalam.”


Aku melihat kedua alis Tiara terangkat dan matanya yang melirik ke atas, kebiasaannya kalau sudah fokus berpikir. Jadi gemas dan aku cubit saja kanannya.


“Ih, Sen. Stop itu! Aku nggak suka pipi kananku jadi mainan olehmu.”


“Memangnya tidak boleh? Lagian pipi kananmu sudah resmi menjadi milikku menurut hukum sejak 2 tahun lalu.”


Wajah Tiara yang terlihat menunjukkan perasaan marah, tapi lucu saja dalam pikiranku.


“Memangnya dulu itu kamu habisin uang sebanyak itu hanya untuk membeli pipi kananku ini?”


“Yup. Memang awalnya aku berniat melakukannya karena pipi kananmu itu.”


Tiara sebal kepadaku dan memukul lengan kananku.


“Maaf-maaf bercanda kok.”


“Meskipun hanya bercanda, aku nggak suka bagian tubuhku jadi bagian darinya.”


“Meskipun tinggimu hanya hanya 150 cm?”


Dia sebal lagi dan memukulku lagi, kali ini 2 kali tepat perutku.


“Oke, oke. Aku berhenti.”


Aku mengerang, rasa kantuk yang masih mengakar dalam ubun-ubunku harus aku hilangkan dengan tidur lagi.


“Ini masih lama, kan?”


“Apa?”


“Jangan marah gitu dong.”


Aku mencubit pipi kanannya.


“Ap…” ucapannya terhenti karena aku mencium pipi kanannya sesaat setelah dia menengok. Dia memang sangat cepat sebal dan marah ketika aku jahil terhadapnya.


“Aku mau tidur dulu.”


Aku menengok dan dia hanya menuntuk ke bawah, sepertinya kebiasaan ini masih efektif kalau dia sudah marah atau sebal.


Menutup mata kembali dan aku melipatkan kedua tanganku ke atas kepala dan bersandar kepada bagian ujung atas kursi bis, lalu merilekskan diri agar cepat kembali tidur dan mempercepat perjalan pulang dari acara perusahaan 3 hari lalu. Aku merasakan kantuk mulai merambat ke tubuh bagian bawah dan terdeteksi hilangnya daya serta kemampuan tubuhku, yang intinya sih sudah mulai hendak tidur. Sensasi yang terasa seperti sehabis meminum minuman yang memabukkan dan kepalaku yang kehilangan keseimbangan dan sedikit berputar-putar searah jarum jam, sensasi lembut dan hangat tiba-tiba mengenai pipi bagian kananku…


“Mas maaf menggangu,tapi saya ingin tahu. Sekarang kita sudah sampai mana, ya?”


“Mojokerto sepertinya. Saya kurang tahu juga aslinya, tapi sepertinya tadi terdapat plakat yang menunjukkan arah Gresik.”


“Oh, oke. Makasih ya mas.”


Mas-mas yang duduk di sebelahku kembali tidur, dan aku merasa lega bahwa aslinya tadi aku juga baru terbangun 10-15 menit lalu dan kebetulan melihat plakat menuju arah kota lain, yang mungkin saja Gresik.


T.P.S.P

 
 
 

Recent Posts

See All
Peran

Anak manusia riuh dengan peran Anak manusia mengandung beban Kebingungan Ia mencari jalan Meratap waktu dihentikan Ia lelah jadi beban...

 
 
 
Perempuan Idealis

Perempuan idealis itu berpikir Bahwa Ia bisa mengubah manusia yang kikir Karena dia tau picik hati manusia sebab tak pernah berpikir...

 
 
 
Kudeta Alam Semesta

Manusia... Perangaimu bagai malaikat namun bertanduk iblis Sang Penyair spektakuler, juga penghasut yang ulung Konduktor malapetaka...

 
 
 

Comments


Terima kasih telah mengunjungi website kami. 

Bantu Apakah menjadi lebih baik lagi dengan mengisi kolom saran di bawah ini.

Thanks for submitting!

© 2019 by Sanggar Kesenian Apakah.

bottom of page